Kamis, 23 September 2010

Buramnya Pendidikan Agama, Benarkah?

Minimnya karakter dari pendidikan agama menjadikan tujuan menggapai puncak inti pembelajaran agama menjadi buram. Peristiwa kekerasan dan pertikaian dikalangan umat mencerminkan potret kurangnya karakter pendidikan agama.

Demikian benang merah seminar pendidikan karakter building yang berlangsung di Jakarta, Kamis, (1/4). Turut hadir dalam acara, Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Komarudin Hidayat dan Pendiri Sekolah Islam Lazuardi, Haidar Bagir.

Pada dasarnya, sistem pendidikan agama yang tengah berjalan begitu sempurna. Sayangnya, miskinnya kreasi dan inovasi dalam sistem itu menjadikan pendidikan agama seolah jalan ditempat.

Komarudin Hidayat berpendapat tugas guru agama sekarang memang lebih berat. Oleh karena itu, kerjasama antara guru dan orang tua harus banyak dilakukan.

Ia menilai guru yang berhenti belajar harus berhenti mengajar. Demikian pula dengan orangtua, bila berhenti belajar maka jangan berharap banyak pada masa depan anak-anaknya.

Hidayat mengibaratkan sehebat-hebatan mobil keluaran akhir, tidak lebih hebat ketika menghadapi montir. Demikian pula dengan sehebat-hebat montir tanpa mobil maka tiada berguna.

Oleh karena itu, Hidayat meminta agar para guru mampu memberikan pemahaman kognitif kepada anak. Pemahaman itu juga harus dibiasakan dan dikontrol. Para guru juga harus mengusahakan adanya proses berbagi pengalaman dengan contoh yang baik kepada murid-muridnya.

Terakhir, Hidayat menyarankan agar reward dan punishment harus dijalankan. Menurutnya, Semua anak berhak mendapatkan perhatian dan jangan pernah membanding-bandingkan anak.

Sementara itu, Haidar Bagir pendiri Sekolah Islam Lazuardi, mengatakan materi pelajaran agama di sekolah harusnya mengarah pada penanaman akhlak. Konkretnya, pelajaran akidah sebagai puncak pendidikan agama lebih diorientasikan pendidikan akhlak.

Haidar menyayangkan pendidikan agama cenderung mengalami kekurangan dua hal mendasar, yang pertama, pendidikan lebih bersifat simbolik, ritualistik, dan legal formalistik. Kedua, pendidikan harus mengarah pada tiga ranah kemanusiaan seperti ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik.

Akibat dari hal itu, Haidar melihat penganut agama di negeri ini, memiliki pengetahuan dan keinginan tetapi tak dapat mewujudkannya dalam tindakan nyata lantaran tidak tergarapnya ranah psikomotorik.

KERINDUAN MENGAJAR By Munif Chatib

Senin, 20 September 2010, pagi hari ada sebuah kerinduan yang terlampiaskan. Kerinduan mengajar di SMP LAZUARDI INSAN KAMIL SUKABUMI. Sekolah ini baru berjalan pada tahun ajaran ini. Lokasinya di daerah Salabintana. Udaranya sejuk dan sangat memuaskan otak reptil kita semua. Dan saya dapat jadwal mengajar di sekolah ini 2 hari dalam 1 bulan. Alhamdulillah ya Allah, akhirnya punya kesemptan untuk ‘back to basic’ yaitu ‘mengajar’. Malam sebelumnya saya diberitahu oleh kepala sekolah dan wakilnya bahwa di antara 21 siswa, ada 3 siswa yang spesial dan sulit untuk diajak komunikasi. Saya cuma manggut-manggut saja.



Paginya, saya sudah menyiapkan lessonplan. Temanya adalah kenakalan remaja. Saya pilih tema ini, sebab siswa kelas 1 SMP adalah siswa yag menginjak tangga pertama masa remajanya dan mereka mempunyai potensi untuk dipengaruhi oleh ‘bad environment’ yaitu kenakalan remaja.



Menit-menit pertama saya melakukan alpha zona dengan berkenalan kepada semua siswa. Tentunya saya mengenalkan diri terlebih dahulu dan dengan malu-malu dilanjutkan dengan para siswa. Cukup kaget ternyata, para siswa berasal dari banyak daerah. Ada yang asli dari Sukabumi, Jakarta, Tangerang, Bekasi, Surabaya, dan Malang.



“Apakah adik-adik siap jika tahun depan, akan “masuk banyak siswa dari seluruh Indonesia, Jawa Tengah mungkin, NTT mungkin, Aceh mungkin dan daerah lainnya. Dan apakah siap adik-adik menjadi kakak kelas mereka?” tanya saya bersemangat.



“Siaaaaappp,” jawab mereka serempak dan bersemangat pula. Terlihat rasa malunya sudah mulai luntur.



Lalu saya awali dengan cerita bagaimana saya dulu waktu kelas 6 SD pernah melakukan sebuah kenakalan, yaitu membocorkan ban sepeda guru saya, sampai-sampai tidah bisa digunakan lagi hari itu. Mengapa itu bisa terjadi? Sebab saya sakit hati sebab dihukum berdiri dengan satu kaki di depan kelas, gara-gara tidak mengerjakan PR. Siang harinya saya rusak ban sepeda guru tersebut. Lima tahun kemudian baru saya menemui guru tersebut dan saya meminta maaf.



Dengan cerita tersebut, saya pantik, apakah pernah siswa-siswa tersebut melakukan kenakalan mulai dari kemarin dan terus mundur waktunya. Awalnya mereka hanya senyum-senyum kecil dan malu-malu. Terus saya pantik untuk mau bercerita. Dan seorang siswa angka tangan, lalu becerita bagaimana dia membohongi orangtuanya untuk bolos sekolah dengan alasan palsu yaitu sakit perut. Semua tertawa, dan akhirnya satu persatu mereka angkat tangan dan mulai terbuka bercerita tentang macam-macam kenalakan yang pernah dilakukannya. Mulai nakal dengan orangtua, guru, atau teman sebaya. Ceritanya cukup unik, lucu dan menarik.



Berikutnya saya meminta mereka serius melihat beberapa film dan data-data dari berbagai sumber tentang kenakalan remaja. Dari data dan film tersebut saya terkejut melihat respon siswa yang luar biasa dengan memberi banyak pernyataan.



“Pak Munif, insyaallah saya tidak seperti itu.”

“Pak Munif, mengapa bisa pengguna narkoba untuk anak SD bisa meningkat 1.360%?”

“Pak Munif, siapa yang membuat data tentang remaja Indonesia adalah ranking satu dunia penderita penyakit adiktif pornografi?”



Apalagi ketika data-data tentang remaja merokok di Indonesia. Mereka cukup kaget melihatnya. Terutama ketika saya bahas perbedaan iklan rokok di Amerika dan di Indonesia.



Iklan rokok di Amerika cenderung memberikan informasi yang pasti agar merokok harus dihentikan dan memang merupakan racun dan sumber penyakit, terutama yang diserang adalah generasi muda. Salah satu tayangan iklan rokok di TV Amerika adalah sebagai berikut.

Seorang anak menelpon direktut Philip Morris dan berkata “Why do you sell product that kills your customers.”

Seorang anak menempelkan sticker pada setiap orang yang punya keluarga meninggal muda dan merokok. Dalam satu hari jalanan dipenuhi orang yang ditempelkan sticker. “What more prove do you ?”



Namun bandingkan dengan iklan rokok di Indonesia. Sebaliknya iklan tersebut malah membuat dengan merokok akan menimbulkan semangat yang positif dan simbol kesuksesan dalam menjalani hidup. Seperti contoh di bawah ini.

* “Tanya Kenapa?, talk less do more, adalah semangat untuk selalu berpikir kritis.
* “Clas Mild is Today”, Think Black “ , “ May be yes….” Adalah simbol modernitas)
* “X-mild”, adalah simbol anak muda yang mampu mandiri.
* “ Engga ada lo gak rame “ adalah simbol kesetiakawanan.
* “ U R U”, Enjoy aja, Ekspresikan aksimu, wujudkan obsesimu, dreams do come true, adalah simbol eksistensi diri.



Sungguh sebuah tayangan iklan roko yang bertentangan antara Amerika dan Indonesia. Spontan seorang siswa berkomentar.

“Berarti remaja kita memang sengaja di rusak ya Pak Munif?”



Ketika saya tantang mereka untuk menulis surat kepada Philips Morris, yang sekarang adalah pemiloik sahan di Sampoerna Indonesia, tentang keridak adilan dalam tayangan iklan di TV, mereka langsung antusia untuk membuat suratnya. Dan nanti akan dikirimka lewat email.



Saya melihat betul semangat belajar siswa-siswa ini sudah mencapai puncaknya. Emosi mereka terbakar melihat ada ketidakadilan yang menimpa para remaja. Saya tahu persis inilah saatnya memberi informasi kepada siswa tentang apa sebenarnya kenalakan remaja dan apakah para remaja harus mengalaminya?

Saya gambar di papan tulis dengan mind map tentang definis kenalakan remaja. Mudah hanya ada 3 frase kata. Pertama, ada perilaku menyimpang. Kedua perilaku bertentangan dengan norma agama dan hukum pidana. Ketiga perilaku ini merugikan diri sendiri dan orang lain. Cukup itu saja definisi kenakalan remaja. Dan saya minta siswa mencatat mind map itu di bukunya masing-masing.



Kemudian mereka saya pancing dengan pertanyaan yang cukup kontroversial, yaitu apa benar masa remaja adalah masa-masa yang menjadi sumber kenakalan. Tidak seperi masa kanak-kanak, dewasa dan masa tua. Mereka diam, sebab fakta yang barusan mereka terima adalah prosentase terbesar kenakalan adalah remaja.



Seperti terhenyak pada saat saya beri informasi bahwa masa remaja sebenarnya adalah masa yang indah dan masa terpenting untuk memasuki masa kedewasaa yang sempurna. Informasi ini bukan dari saya, namun dari Nabi suci kita.



* Rasulullah saaw bersabda: “Wahai Abu Dzar! Ambillah 5 kesempatan sebelum 5 kesempitan:

– Masa remaja anda sebelum masa tua anda

– Masa sehat anda sebelum masa sakit anda

– Masa kaya anda sebelum masa fakir anda

– Masa luang anda sebelum masa sibuk anda

– Masa hidup anda sebelum kematian anda

* Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang turun di setiap malam seraya berseru, “Wahai orang-orang yang berusia dua puluhan, bersungguh-sungguhlah dan berusahalah …
* “Sesorang hamba akan tetap berdiri tegak di hari kiamat nanti hingga ia ditanyai tentang usianya, untuk apa dihabiskan, dan tentang MASA REMAJANYA untuk apa digunakan”



Para siswa tambah bersemangat ketika saya ceritakan bagaimana Rasulullah SAWW mempercayakan posisi yang sangat penting pada masanya justru kepada pemuda, bukan pada sahabat-sahabat beliau yang sudah tua.



1. Mush’ab bin Umar, diplomat muda berusia 20 tahun yang diutus Rasul ke Madinah sebelum hijrah. Beliau berhasil menjadikan Madinah sebagai tujuan hijrah dan kota pertama pemerintahan Islam.
2. Itab bin Usaid, Gubernur Mekkah pertama yang berusia 21 tahun setelah penaklukan kota Mekkah. Padahal di Mekkah pada saat itu masih banyak orang munafiq yang masuk Islam sebab terpaksa.
3. Usama bin Zaid, panglima perang Islam berusia 18 tahun untuk menyerang Imperium Romawi. Imperium Romawi adalah yang terbesar pada saat itu, dan Usama berhasil menaklukannya.



Walhasil pada menit-menit terakhir, saya melihat antusia belajar semua siswa menyala-nyala. Dan asyiknya saya meminta mereka menuliskan tema apa yang ingin diketahuinya untuk saya jadikan mageri bulan depan. Mereka langsung menuliskan pada lembaran kertas dan dikumpulkan. Salah satu tulisan itu sebagai berikut:

“Pak Munif, terima kasih ya ... Insyallah saya gak nakal lagi dan saya ingin tahu caranya mengendalikan emosi kalau ada teman yang menggoda saya gimana?”



Wow ... saya makin sadar, bahwa mestinya tema belajar itu akan efektif jika bersumber dari kebutuhan siswa sendiri.

Akhirnya saya akhiri kelas itu dengan foto bersama. Buat saya ada kelegaan yang luar biasa terasa di dada. Ya Allah semoga Engkau selalu memberikan waktu kepada hamba ini untuk bisa selalu bertemu dengan siswa-siswa yang luar biasa ini. Amien.