Senin, 08 November 2010

Kecerdasan Spiritual (SQ)

Setelah dunia dikejutkan dengan penemuan kecerdasan emosional (EQ) yang menjadi pelengkap kecerdasan intelektual (IQ), pada akhir tahun 1997, ditemukan lagi konsep kecerdasan lain yang disebut SQ (Spiritual Quotient) atau Spiritual Intelligence. Penemu jenis kecerdasan ini, Danah Zohar dan Ian Marshall menyatakan bahwa SQ adalah landasan bagi IQ dan EQ hingga keduanya bisa berfungsi secara efektif. (Zohar & Marshall, 2003: 4).
Setelah Danah Zohar dan Ian Marshall mempopulerkan temuannya, yaitu "kecerdasan Spiritual" (SQ: Spiritual Quotient), maka dua teori kecerdasan sebelumnya, IQ dan EQ menjadi “tumbang”. AQ disebut-sebut sebagai ultimate intelligence karena mampu menjembatani potensi IQ dan EQ sehingga bisa menempatkan kehidupan individual seseorang dalam konteks yang lebih luas dan dalam. Inilah kecerdasan yang bisa memberi makna pada kita, melakukan kontekstualisasi dan bersifat transformatif; sebuah kecerdasan yang fleksibel, adaftif dan bergerak dengan penuh kesadaran dalam merespon semua pengalaman yang kita alami.
Kecerdasan semacam inilah yang amat diperlukan oleh manusia modern saat ini yang kebanyakan telah dijangkiti berbagai krisis, terutama krisis spiritual (spiritual crisis) dan krisis eksistensial (existential crisis) yang sebenarnya berawal dari krisis dalam diri sendiri: diri yang sudah buas, bringas dan kehilangan cinta-kasih dan hati nurani.
Hati nurani adalah kemampuan terdalam yang dimiliki setiap orang untuk menemukan kebenaran. Hati nurani bukanlah segumpal daging yang berada di rongga dada kita. Ia tidak dapat digambarkan karena memang bersifat spiritual. Ia berada jauh di bawah kesadaran kita. Kita tidak tahu dimana persisnya ia berada. Kita hanya tahu ''pintu'' yang bisa digunakan untuk menuju kesana. Pintu tersebut berada dalam otak kita. Inilah yang disebut Danar Zohar dan Ian Marshal dengan titik Tuhan (God Spot) yang terdapat di bagian lobus temporal otak kita. (Zohar dan Marshall, 2002: 79).
Penelitian Zohar dan Marshal menunjukkan bahwa bagian ini akan bercahaya begitu kita melakukan aktivitas yang bersifat spiritual. Inilah yang disebut sebagai spiritual quotient (SQ). Pada saat kita beribadah, ataupun melakukan meditasi, sebenarnya kita tengah masuk ke dalam samudera hati nurani ini. Kita menyatukan hati nurani kita bersama hati nurani semua manusia yang ada di jagat raya. Kita memasuki samudera diri kita yang sejati.
Seseorang yang terbiasa memperhatikan peringatan-peringatan dan memenuhi perintah hati nuraninya akan menemukan ketenangan dan kedamaian jiwa. Dan demikian sebaliknya, mereka yang suka mendustakan bimbingan nuraninya akan terperosok dalam kebingungan serta tidak tahu akan melangkah ke mana. (Lari, 1997: 67). Ia benar-benar telah mematikan petunjuk alami dalam dirinya sendiri dan memilih petunjuk lain di luar dirinya.
Kecerdasan spiritual (SQ) ialah kecerdasan yang berperan dalam menyelesaikan masalah-masalah hidup berdasarkan nilai-nilai. Suatu kecerdasan di mana kita berusaha menempatkan tindakan-tindakan dan kehidupan kita ke dalam suatu konteks yang lebih luas, lebih kaya, dan lebih bermakna.
Dua kecerdasan sebelumnya, IQ dan EQ secara terpisah atau bersama samal tidak cukup untuk menjelaskan keseluruhan kompleksitas kecerdasan manusia dan juga kekayaan jiwa serta imajinasinya. Sekalipun komputer memiliki IQ tinggi dan banyak hewan mempunyai EQ tinggi, keduanya tetap tidak pernah bertanya mengapa kita memiliki aturan atau situasi, atau apakah aturan atau situasi itu bisa diubah atau diperbaiki.
SQ memungkinkan manusia menjadi kreatif, mengubah aturan dan situasi. SQ memberi kita rasa moral, kemampuan membedakan, kemampuan menyesuaikan aturan yang kaku dibarengi dengan pemahaman dan cinta. Kita menggunakan SQ untuk bergulat dengan ihwal baik dan jahat, serta untuk membayangkan kemungkinan yang belum terwujud untuk bermimpi, bercita cita, dan mengangkat diri kita dari kerendahan (Zohar dan Marsal, 2002: 5).
Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Spiritual
Seringkali orang beragama menganggap ritual atau ibadah sebagai tujuan bukan sebagai cara. Ibadah dilakukan hanya sebagai sebuah kewajiban yang harus dilakukan, karena jika tidak, akan menerima hukuman dari Tuhan, dan jika dilakukan akan menerima pahala dan surga.
Menjalankan ibadah agama dengan motivasi karena ketakutan (fear motivation) menunjukkan kecerdasan spiritual yang paling bawah, dilanjutkan dengan motivasi karena hadiah (reward motivation) sebagai kecerdasan spiritual yang lebih baik. Tingkatan ketiga adalah motivasi karena memahami bahwa kitalah yang membutuhkan untuk menjalankan ibadah agama kita (internal motivation), dan tingkatan kecerdasan spiritual tertinggi adalah ketika kita menjalankan ibadah agama karena kita mengetahui keberadaan diri kita sebagai makhluk spiritual dan kebutuhan kita untuk menyatu dengan Sang Pencipta berdasarkan kasih (love motivation).
Menurut Islam, penggambaran tugas-tugas ibadah baik vertikal maupun horizontal telah terangkum dalam lima rukun Islam (syahadat, sholat, zakat, puasa dan haji). Kelimanya merupakan sarana peningkatan kecerdasan spiritual manusia. Semakin sering dan baiknya seseorang melakukan tugas tersebut, maka dengan sendirinya kecerdasan spiritualnya akan meningkat.
Namun, sekalipun Danah Zohar dan Ian Marshall telah dinyatakan SQ sebagai kecerdasan tertinggi, SQ yang dikembangkan oleh keduanya masih berkisar pada wilayah biologis dan psikologis semata, dan belum menyentuh wilayah ilahiyah yang transendental.
Menurut Ary Ginanjar Agustian, dalam Islam, kecerdasan Emosional (EQ) dan Kecerdasan Spiritual (SQ) sesungguhnya bagian dari khazanah lama yang terpendam. Sosok Nabi Muhammad dalam kehidupan kesehariannya menggambarkan pada penggabungan kedua aspek kecerdasan tersebut. (Agustian, 2004: vii).
(hasan mawardi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar