Senin, 08 November 2010

Salatku adalah Jarum Jamku

Pada tanggal 2 Oktober 2010, saat sekolah kami (SMP Lazuardi Insan kamil) ingin menghadirkan seorang pemimpin daerah untuk peresmian sekolah, sampailah kami pada penyusunan agenda acara dan jumlah tamu undangan yang perlu diundang. Acara sudah tersusun rapi dimulai dari jam 9.00 WIB dan berakhir pada jam 12.00 WIB. “alhamdulillah susunan acara sudah selesai” ucap kami. “sebentar Pak, nanti di undangan jangan ditulis mulai jam 9.00 ya, tulis saja jam 8.00”, ucap seorang protokoler. “Iya pak, tulis jam delapan aja biar mereka datang tepat jam sembilan”, timpal sekreratis pribadi sang pejabat dimaksud. “biasa orang-orang kita mah suka jam karet ya Pak”, sambung seorang guru yang ikut menemani. Saya pun hampir saja mengucapkan “ya, itu sudah karakter”.
Kejadian tersebut langsung “menonjok” ingatan saya pada sebuah tulisan hasil downdlowd-an tentang Imanuel Kant, seorang pilosof dan ilmuwan nonmuslim cukup dikenal sangat menghargai dan tahu akan urgensi mengatur waktu. Kedisiplinannya dalam waktu (selalu on time) pernah dijadikan standar waktu oleh orang-orang di sekitarnya. Ia menjadi seperti jarum jam bagi masyarakat sekitarnya. Apabila ia keluar rumah, semua orang tahu bahwa saat itu jam tujuh pagi. Karena setiap ia keluar rumah, biasanya tepat jam tujuh. (http://www.sinai.cjb.net).
Tidak berhenti di situ, pikiran terus menerawang sampai mengingatkan kembali pada obrola tahun tahu dengan seorang teman yang baru datang dari Jepang dan Selandia Baru. Obrolan yang benar-benar membuat diri saya ingin mencoba hidup di kedua negara itu. Inti obrolannya seputar kedisiplinan warga sana, khususnya disipin dalam waktu dan kebersihan kota. Lalu bagaimana dengan orang kita, sudahkah kita menjadi jarum jam –seperti halnya Imanuel Kant- bagi orang lain? Seharusnya sebagai seorang muslim kita lebih bisa berlaku demikian dibanding orang-orang Jepang, Selandia Baru dan orang manapun, termasuk dari seorang Imanuel Kant, karena konsep Islam dalam menata kehidupan sudah begitu lengkap. Kalaupun ada kekurangan pada pola hidup muslim, itu bukan lagi kesalahan konsep Islam dalam memanaj waktu, melainkan dari mereka sendiri.
Saya pun kembali bertanya pada diri sendiri, bisakah saya membawa SMP LIK pada kondisi seperti diceritakan dua kawan tadi; Kiki dari Bandung dan Ibu Warda Katiri dari Bekasi? Hidup disiplin, khusunya disiplin waktu dan kebersihan.
Sambil berjalan mengelilingi area sekolah dan menyaksikan aktivitas para siswa, terdengar Azan shalat Magrib oleh salah seorang siswa. “kepada seluruh siswa diharapkan segera menuju ke masjid karena waktu azan magrib sudah tiba”, ucap sang muadzdzin sebelum memulai azannya. “....man mutaakhkhir al-hammȃm yantadhir” (bagi yang terlambat wc sudah menunggu; baca, harus membersihkan WC)” ucap Mr. Fadhil, seorang guru yang mengurusi program-program keasramaan. Dalam hitungan satu sampai sepuluh para siswa sudah “berlarian” menuju ke tempat wudhu, shalat qablliah magrib dan membaca puji-pujian (shalawatan).
Saya pun tersadarkan akan solusi “bagaimana siswa dapat disiplin dalam waktu?”. Ketepatan waktu shalat akan menjadi solusi sehingga seluruh agenda harian siswa berjalan sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
Dalam rentang waktu sehari semalam (24 jam) ada lima salat wajib yang waktu pelaksanaannya telah ditetapkan secara jelas (QS. An-Nisa: 103). Setiap salat telah ditetapkan waktunya, dimana seseorang akan diberi sangsi ketika mengakhirkan dan atau melakukannya di luar waktu yang ditentukan. Waktunya terbentang dari mulai fajar hingga datang fajar kembali. Dengan demikian, salat lima waktu dapat membantu para siswa mengatur waktu-waktunya sepanjang hari, dan mengalokasikannya untuk berbagai macam aktivitas yang dibutuhkan.
(hasan mawardi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar